Sekolah Alam Pacitan

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Sekolah Alam Pacitan menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Cethik Geni”, yang kali ini dilakukan khusus oleh para teacher, tanpa melibatkan siswa. Kegiatan ini menjadi momen refleksi, kebersamaan, sekaligus ajang pelestarian budaya melalui aksi nyata: memasak bersama menggunakan alat-alat tradisional.

Dengan semangat gotong royong, para teacher mempersiapkan sendiri semua kebutuhan: mulai dari kayu bakar, tungku sederhana dari batu bata, wajan lawas, sampai bumbu dapur yang diracik manual. Tak ada kompor gas, tak ada rice cooker—semua kembali ke akar, ke cara nenek moyang: jika ingin makan, nyalakan api dan sabarlah menunggu.

Filosofi “Cethik Geni”

“Cethik geni” tak hanya bermakna menyalakan api, tapi juga menjadi simbol menyalakan semangat pengabdian sebagai pendidik, menyulut kebersamaan dalam keheningan dapur sederhana, dan menyiram bara-bara lelah dengan canda tawa.

Dengan peluh dan asap yang menguar, para teacher menyadari satu hal penting: untuk mendidik dengan hati, kita juga perlu ruang untuk kembali ke diri. Di sinilah cethik geni menjadi momen recharge—tidak dengan colokan listrik, tapi dengan obrolan ringan sambil menumbuk sambal.

Tentu saja, prosesnya tak selalu mulus. Ada yang apinya kebanyakan asap, ada yang gorengannya nyaris jadi arang, dan ada yang tugasnya hanya komentar sambil jaga kipas. Tapi di situlah letak kehangatan sesungguhnya—karena dalam memasak tradisional, hasil akhir boleh biasa, tapi prosesnya luar biasa.

Dengan kegiatan ini, para teacher membuktikan bahwa pendidikan bukan hanya soal mengajar di kelas, tapi juga belajar menjaga warisan budaya, mengolah rasa, dan tetap tertawa meski tangan bau bawang.

Melalui kegiatan Cethik Geni, para teacher Sekolah Alam Pacitan belajar bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya tentang kurikulum dan target, tapi tentang hati yang menyala, semangat yang tak padam, dan kebersamaan yang hangat. Karena guru yang bahagia akan menyalakan semangat belajar yang sejati.

Mari terus menyalakan api pendidikan, meski dengan kayu sederhana dan bara kecil—asal dilakukan bersama dan dengan cinta, ia akan terus menyala, memberi terang, dan menghangatkan generasi.

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *